Teori-teori
terpenting tentang asal mula dan inti religi. Masalh asal mula dan inti dari
suatu unsure universal seperti religi atau agam itu, masalah mengapakah manusia
percaya kepada suatu kekuatan yang dianggapa lebih tinggi daripadanya, dan
masalah mengapakah manusia melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang
beraneka warna untuk mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi, telah menjadi
obyek perhatian para ahli piker sejak lama. Adapun mengenai soal itu ada
berbagai pendirian dan teori yang berbeda-beda. Teori yang terpenting adalah :
1)
Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu
terjadi karena manusia mulai sadar akan adanya faham jiwa.
2)
Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu
terjadi karena manusia mengakui adanya banyak gejala yang tidak dapat
diterangkan dengan akalnya.
3)
Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu
terjadi dengan maksud untuk menghadapi krisis-krisis masyarakat yang ada dalam
jangka waktu hidup manusia.
4)
Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi
terjadi karena kejadian-kejadian yang luar biasa dalam hidupnya, dan dalam alam
sekelilingnya.
5)
Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi
terjadi karena suatu getaran atau emosi yang ditimbulkan dalam jiwa manusia
sebagai akibat dari pengaruh rasa kesatuan sebagai warga.masyarakatnya.
6)
Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi
terjadi karena manusia mendapat suatu firman dari tuhan.
Dampak
Globalisasi dalam bidang religi
Globalisasi
merupakan tantangan dan sekaligus peluang bagi eksistensi Agama Hindu dan
budaya Bali. Tidak ada satu bangsa atau budaya apapun di belahan dunia ini yang
tidak terlepas dari globalisasi yang demikian tampak pesat pada setiap bangsa.
Berbagai produk budaya global telah merambah berbagai aspek kehidupan. Dampak
positif budaya global sangat dirasakan oleh masyarakat Bali. Ilmu pengetahuan
dan teknologi (Iptek) dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Demikian
pula alat-alat komunikasi, transportasi, dan informasi yang sangat canggih
memberikan peluang kepada masyarakat Bali yang memang sangat terbuka, untuk
berkomunikasi ke mana saja di belahan bumi ini. Wawasan masyarakat Bali terbuka
untuk memetik hal-hal yang baik dari manapun berasal dan dengan kemampuannya
yang selektif dan adaptif, menggunakan hal-hal yang baik itu untuk menghidupkan
kembali Agama Hindu dan budaya Bali. Di balik dampak positif globalisasi, tidak
dapat dihindari adalah dampak negatif budaya global tersebut. Teknologi komunikasi
dan informasi yang demikian maju memberi peluang masuknya berbagai pengaruh
budaya asing, ke dalam rumah dan bahkan ke dalam kamar-kamar dan kepada pribadi
masyarakat. Dampak negatif budaya global tersebut merupakan dampak dari
kehidupan modern. Muncul berbagai masalah di antaranya masyarakat semakin
individualis, kurangnya solidaritas. Berkembangnya penyakit sosial seperti
prostitusi, penyalahgunaan obat-obat psikotropika (narkoba, ekstasi, dan
sebagainya), pencurian, perampokan, dan bahkan pemerkosaan.
Globalisasi
telah menimbulkan semakin tingginya intensitas pergulatan antara nilai-nilai
budaya lokal dan global. Sistem nilai budaya lokal yang selama ini digunakan
sebagai acuan oleh masyarakat tidak jarang mengalami perubahan karena pengaruh
nilai-nilai budaya global, terutama dengan adanya kemajuan teknologi informasi
mempercepat proses perubahan tersebut. Proses globalisasi telah pula merambah
kehidupan agama yang serba sakral menjadi sekuler, yang dapat menimbulkan
ketegangan bagi umat beragama. Nilai-nilai yang mapan selama ini telah
mengalami perubahan yang pada gilirannya menimbulkan keresahan psikologis dan
krisis identitas di kalangan masyarakat (Ardika, 2005:18).
Terlepas
dari dampak positif dan negatif globalisasi tersebut, tampak beragam respon
masyarakat Bali. Di satu pihak mereka optimis menghadapi tantangan globalisasi
tersebut, di pihak yang lain ada yang sangat pesimis dan khawatir terhadap
memudarnya berbagai nilai budaya Bali. Dalam situasi yang demikian, mantan Duta
Besar India, Vinod C. Khanna dan Malini Saran yang telah beberapa kali
mengunjungi Bali, dan menulis buku The Ramayana in Indonesia (2004) seperti
dikutip oleh Dharma Putra dan Widhu Sancaya (2005:XV) menyatakan bahwa Bali
dapat dijadikan satu contoh untuk Asia sebagai daerah yang memiliki kemampuan
untuk mengadaptasi budaya tradisional agar relevan dengan budaya global.
Berdasarkan kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Agama Hindu dan budaya Bali mampu menghadapi budaya globabal, namun demikian kekhawatiran sebagian masyarakat tentang dampak negatif globalisasi perlu diusahakan jalan untuk mengatasi dan mungkin mencegahnya.
Seperti
telah disebutkan di atas, bahwa Agama Hindu menjadi jiwa dan sumber nilai
budaya Bali, untuk itu kiranya perlu diketengahkan bagaimana sinergi dan
dinamika Agama Hindu dengan budaya Bali dan melakukan fungsinya sesuai dengan
budaya Bali. Sinergi dan dinamika Agama Hindu di Bali telah melahirkan berbagai
kearifan lokal. Agama Hindu dan tidak menghapuskan tradisi masyarakat dan
budaya Bali sebelumnya, tetapi sebaliknya memberikan pencerahan kepada budaya
lokal. Berbagai kearifan lokal telah terbukti mampu menjadikan Agama Hindu dan
budaya Bali eksis sepanjang masa.
Pendidikan
agama kian penting di tengah era globalisasi sekarang. Sehingga penguatan
pendidikan akhlakul karimah dalam sistem pendidikan nasional sangat diperlukan.
“Di
era globalisasi tentunya akan memunculkan serentetan permasalahan. Sehingga
dengan kondisi sekarang diperlukan penguatan penidikan agama. Berikut adalah
peran religius di era globalisasi:
1.
Peran religi dalam menyikapi masuknya kebudayaan luar
Dalam
menanggapi pengaruh kebudayaan luar dalam era globalisasi ini. Kita tidak dapat
mengisolasi diri. Hal ini disebabkan oleh adanya kemajuaan teknologi dan
komunikasi. Informasi yang datang dari luar dapat dengan mudah kita terima,
misalnya melalui internet, TV, Radio dll. Keadaan semacam inilah yang disebut
modernisasi yang akan berkembang terus hingga melahikan era globalisasi.
Kelahiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan manusia.
Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan negatif. Kita
lihat saja masuknya teknologi internet. Internet merupakan teknologi yang mampu
memmerikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apalagi
bagi anak muda, internet sudah menjadi santap mereka sehari-hari. Jika
digunakan semestinya tentunya kita memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika
tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini banyak pelajar dan
mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misalnya untuk membuka situs-situs
porno. Pengaruh negatif globalisasi lebih banyak daripada pengaruh positifnya.
Kita sebagai seorang muslim tidak diperbolehkan melakukan perbuatan yang
dilarang syari'at islam. Seperti menggunakan internet tidak semestinya yang
sudah kita bicarakan diatas. Hal tersebut dapat berdampat buruk bagi
penggunanya sendiri dan orang lain yang terlibat karena dapat menjerumuskan
dalam kemaksiatan seperti berzina. Untuk dapat terhindar dari perbuatan buruk
tersebut tentunya diperlukan pendidikan yang sesuai dengan ajaran islam
dan kekiasaan berakhlak baik. Al Ghozali juga menegaskan bahwa akhlakul karimah
(akhlak keagamaan) tidak akan melekat pada diri, manakala diri seseorang tidak
memiliki kebiasaan berakhlak yang baik. Dan untuk mampu berakhlakul karimah
juga wajib meninggalkan semua perbuatan yang buruk (akhlakul madzmumah).
2.
Peran
Pendidikan Islam Dalam Membentuk Prilaku Yang Baik
Dengan pendidikan agama akan membentuk karakter akhlakul
karimah bagi siswa sehingga mereka mampu memfilter mana pergaulan yang baik dan
mana yang tidak baik. Para ahli pendidik Islam telah sepakat bahwa maksud dari
pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik tetapi maksudnya
adalah mendidik akhlak dan jiwa mereka, dengan kesopanan yang tinggi, rasa
fadilah (keutamaan), mempersiapkan mereka untuk kehidupan yang seluruhnya
ikhlas dan jujur. Pada akhirnya tujuan pendidikan Islam itu tidak terlepas dari
tujuan nasional yang menciptakan manusia Indonesia seutuhnya.
Pendidikan agama mengarahkan kepada setiap siswa untuk komitmen terhadap ajaran
agamanya. Tidak terbuai dengan lingkungan yang tidak baik. Tidak berprilaku
buruk dalam setiap aktivitasnya. Pendek kata, dengan pendidikan agama prilaku
siswa dapat diarahkan. Masyarakat harus segera disadarkan bahwa ancaman global
khususnya kemajuan tekhnologi informasi dan komunikasi kalau tidak dibarengi
dengan benteng ilmu agama akan berakibat fatal terhadap lajunya prilaku
dekadensi moral. Contoh, rasa ingin tahu anak didik akan membuatnya
mencari informasi melalui media komunikasi (internet).
Komentar
Posting Komentar